Selasa, 19 Juli 2011

belum ada judul

baca dulu cerita ini: http://sosbud.kompasiana.com/2010/04/23/kisah-cinta-yang-mengharukan/

cerpen gue kali ini disadur dari sana, gue mau coba buat dari pov suaminya

Kata orang, setiap manusia diciptakan secara berpasang-pasangan. Dan ketika kita telah menemukan dia janganlah sia-siakan setiap waktu yang dapat dibagikan bersamanya, karena mereka dapat menghilang dari kehidupan kita kapan saja. Entah karena sudah bosan, kehilangan perasaan, atau dipanggil Tuhan.

Aku hanyalah seorang wirasastrawan biasa yang memiliki seorang istri yang luar biasa, setelah bertahun-tahun menikah hubungan kami semakin erat dan harmonis, kami adalah pasangan yang sanget serasi,  walaupun belum dikaruniai seorang anakpun. 

Jika ditanya mengenai keadaan ini aku sama sekali tidak merasa keberatan, karena dengan hanya bersama istriku saja aku sudah merasa sangat bahagia. Tetapi ternyata keluargaku mulai meresahkan hal ini, dan sebenarnya mereka memang tidak suka dengan istriku sejak awal. Tetapi dengan segala kebaikannya istriku dapat dengan sabar menyembunyikan semua perlakuan mereka jahat mereka, aku telah merasakan ketidakberesan sikap dari ibu dan adikku kepadanya. 

Saat itu aku mengalami sebuah kecelakaan yang cukup hebat, istriku dengan telaten merawat dan mengurus segala kebutuhanku yang sedang terbaring lemah di rumah sakit. Sampai saat keluargaku datang membawa Desi dan mengenalkannya kepada istriku, setelah sedikit bercakap-cakap Dian, adik iparku meminta istriku untuk menemaninya ke kantin. Setelah itu istriku tidak kunjung kembali ke ruang perawatan, ia  pergi tanpa berpamitan denganku terlebih dahulu. 

Sejak saat itu ia tidak pernah kembali ke rumah sakit sampai aku sembuh. Saat kutanyakan kepada ibuku ia hanya mengatakan bahwa istriku sedang tidak enak badan dan harus beristirahat di rumah, bodohnya saat itu aku mempercayai apa yang dikatakan oleh ibuku.

Sampai suatu hari aku akan pergi ke Sabang seorang diri demi penghematan biaya untuk bertemu dengan keluargaku. Agak sulit sebenarnya untuk meninggalkan istriku selama tiga minggu karena biasanya kami selalu pergi bersama kemanapun, apalagi perjalananku kali ini tidak sebentar, hampir satu bulan. Malam itu ia menangis seakan tidak ingin melepaskanku, hatiku terasa sangat perih melihat air mata keluar dari mata indahnya itu.

Saat tiba di Sabang aku kembali bertemu dengan Desi, Desi sebenarnya adalah salah satu mantan yang sangat disukai oleh ibuku. Akupun dipaksa untuk menikah dengannya, karena diancam tidak akan diakui lagi dalam keluarga akhirnya dengan berat hati aku pun menerima keputusan tersebut. Tetapi aku merasa belum siap untuk melakukan hal ini, akhirnya aku diberikan kesempatan dua tahun untuk mempersiapkan diri. Aku memutuskan untuk mengacuhkan istriku mulai dari hari itu agar ia membenci diriku dan tidak merasa sedih saat aku harus menikah lagi dua tahun kemudian. Selama di Sabang tidak sekalipun aku menghubungi istriku, satu-satunya sms yang terkirim dariku hanya berbunyi: 

aku sudah beli tiket untuk pulang, aku pulangnya satu hari lagi, aku akan kabarin lagi”.

Setelah tiga minggu di Sabang akhirnya aku pulang, dan ternyata ia berdandan cantik sekali demi menyambut kepulanganku hari itu. Ingin sekali aku memeluk atau sekedar memuji kecantikannya malam itu, tetapi aku tidak bisa. Akhirnya aku masuk ke dalam kamar kami dalam diam. Dapat kulihat wajahnya yang bingung bercampur sedih. Maafkan aku istriku, ini demi kebaikan kita. Setelah hari itu hubungan kami menjadi sangat renggang, aku selalu mengacuhkannya dan sering marah apalagi menuduhnya. Sangat sulit melihat wajah sedihnya setiap hari, dan aku tahu kelakuanku sebenarnya telah kelewatan, aku merasa telah menjadi seorang monster yang sadis dan tidak bertanggung jawab.

Dua tahun pun berlalu, saatnya aku kembali ke Sabang. Dan saat ini, aku harus membawa serta istriku agar ia mengetahui yang sebenarnya. Pada hari kepergian kami terlihat jelas dari matanya yang sayu dan membengkak bahwa ia tidak tidur semalaman, ia pasti bingung karena tiba-tiba kuajak ke Sabang hari itu. Sesampainya di rumah ibuku kami disambut oleh keluarga besarku, setelah masuk ke kamar akupun segera meninggalkan istriku sendiri di kamar karena merasa sangat sedih, aku tidak ingin ia melihatku menangis. Tidak lama setelah aku duduk bersama keluarga besarku ia keluar dari kamar dan turut bergabung dengan 
duduk di sebelahku, segera nenekku memulai pembicaraan.

Baiklah, karena kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara
dengan kau Fisha
”.

Ada apa ya Nek? Tanya istriku dengan nada penuh tanda tanya

Kau telah bergabung dengan keluarga kami
hampir 8 tahun, sampai saat ini kami tak melihat tanda-tanda kehamilan
yang sempurna sebab selama ini kau selalu keguguran!!
“.

Ia menangis, aku yakin ia merasa sangat terhina akan perkataan nenek

 Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu..
sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak
mau di atur,dan akhirnya menikahlah ia dengan kau.
” Lanjut nenek dengan lantang

Walaupun telah diperlakukan seperti itu ia tetap tersenyum, memang aku tidak pernah salah pilih istri

 “Dan aku dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan
dengannya
”,
kata nenek lagi

Saat itu aku sudah tidak dapat membendung air mataku kembali, akhirnya aku menangis dalam diam

 “kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?akhirnya dengan tega nenek menanyakan hal tersebut

Istriku terdiam, wajahnya terlihat sangat kaget dan tegang. Kurasa ia sedang memikirkn sesuatu

 “Fish, jawab!.” Ucap ibuku yang sudah tidak sabar

Segera istriku memegang tanganku dan menjawab dengan penuh ketegasan

Walaupun aku tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi aku
dapat berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa
depan keluarga ini, aku akan menyambut baik seorang wanita baru
dirumah kami.

Itulah jawabannya, bisa dibilang ia rela jika cintaku dibagi, aku tahu sebenarnya ia tidak rela menerima wanita tersebut. Tetapi ia telah berhasil mengalahkan segala kemarahan dan mencoba untuk menerima keadaan
Kemudian ia bertanya kepadaku, siapakah wanita yang akan tinggal bersama kami nantinya.

“Dia, Desi” jawabku singkat

Ia mengatakan akan mengurus semuanya pada hari pernikahanku nanti, rasa bersalahku kepadanya semakin menjadi

Kemudian ia masuk ke kamar dan duduk di depan meja rias, ketika kulihat rambutnya rontok sangat banyak. Aku bertanya-tanya, ada apa dengan istriku? Apa yang terjadi padanya selama dua tahun ini? ia tidak pernah bisa bercerita kepadaku tentang keadaannya selama dua tahun, tetapi aku juga tidak berani bertanya kepadanya. Aku takut ia hanya akan menyalahi atau memaki-makiku, betapa pengecutnya aku saat itu, seandainya saja aku bertanya kepadanya pasti kami dapat melewatkan waktu bersama-sama lebih lama lagi.
Akhirnya hari pernikahanku dengan Desi tiba, ia terus menangis selama masa persiapan. Akhirnya karena tidak dapat menahan lagi aku pun memeluknya dan berusaha untuk menenangkannya, ia menceritakan segalanya kepadaku hari itu, kecuali penyakitnya.

Setelah pernikahanku dengan Desi selesai kami pulang ke rumah bersama, Desi disambut sangat baik oleh keluargaku, sedangkan istriku dianggap orang asing. Tapi tidak dimataku, bagiku Fisha adalah istriku satu-satunya.

Malam itu aku memutuskan untuk tidur bersama dengan istriku dengan membiarkan Desi tidur sendirian di kamar pengantin, aku merasakan bahwa waktuku bersama dengan Fisha, istriku tidak akan lama lagi. Saat itu aku menyatakan semua kekhawatiranku kepadanya.

Ternyata firasatku benar, keesokan harinya istriku mengalami pendarahan hebat. Segera aku menggendong dan melarikannya ke rumah sakit, dengan cemas aku menggenggam tangannya dan meminta maaf dari dalam hatiku. Ia mengatakan bahwa ia ingin pulang ke kampung halaman untuk bertemu dengan ibunya, tetapi belum sempat kami melakukan itu ia telah menghembuskan nafas terakhirnya sesaat sesudah mengatakan permohonan terakhirnya.

Aku menemukan sebuah tulisan dalam laptop istriku yang berjudul “Aku Mencintaimu Suamiku” Disana aku dapat melihat bagaimana penderitaannya selama dua tahun itu, tentang penyakitnya, tentang kesedihannya, tentang ketidakrelaannya, dan tentang kebahagian yang dirasakannya ketika ia kupanggil “Bunda”. Saat itu aku merasa bahwa aku adalah orang bodoh yang telah menyia-nyiakan malaikat yang telah dikirim Tuhan kepadaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar